SEKILAS TENTANG KERAJAAN MORI
A. Gambaran Umum Kerajaan Mori
Kerajaan Mori , suatu Kerajaan yang
berdiri sekitar tahun 1580 dengan Rajanya yang pertama adalah Raja Marunduh.
Kerajaan ini terletak di pesisir timur laut bagian tenggara dan bagian timur
Pulau Sulawesi. Dalam penulisan 2 (dua) orang peneliti berkebangsaan jerman yakni
Dr.Paul Sarasin dan Dr.Fritz Sarasin tahun 1896. Mereka melakukan perjalanan
penelituan di daerah Celebes (Sulawesi), perjalanan dimulai pada 5 februari s/d
22 Maret 1896 dari suatu tempat bernama Ussu, melintasi danau Matano dan danau
Towuti dan masuk teluk To Mori .
Dalam perjalanan ini, kedua peneliti Sarasin bersaudara bertemu dengan Datu Ri
Tana, adalah Marunduh yang artinya “Petir”
yang berkuasa sebagai Raja Mori xi, memerintah dari tahun 1870-1907.
Pertemuan terjadi pada bulan Maret 1896, dan hasil penelitian ini dibukukan
dalam dua jilid buku, yang berjudul “Reisen in Celebes”.
Dari perjalanan ini diketahui bahwa
wilayah yang didiami suku Mori , memanjang dari Selatan ke Utara, mulai dari
danau Matano sampai ke muara sungai Laa di teluk To Mori , Tanjung M. Poso sampai
tanjung Bahombelu. Sebelah timur dibatasi dengan gunung Tambayoli dan Gunung
Tambosisi, di sebelah barat berbatasan dengan Pegunungan Pakambia tidak jauh
dari sungai Walati.
Dari penulisan Albert.C.Kruyt dalam buku
kecil Her Rijk Van Mori (Kerajaan Mori ), menyebutkan bahwa dataran
tinggi Mori sangat jauh sebelah Utara
pinggiran Pegunungan terdapat perkampungan orang Mori.
Kerajaan Mori dengan ibukota terakhir di Kolonodale sebagai
daerah Onder Afdeling pertama di Sulawesi Tengah, telah menjadi daerah Otonomi
baru berdasarkan UU No. 12 tanggal 15 Mei 2013 menjadi kabupaten Morowali Utara
eks Kerajaan Mori . Sebelumnya ada UU No. 53 tahun 1999 tentang terbentuknya
Kabupaten Morowali dengan ibukota sementara di Kolonodale.
B. Dewan adat
Cikal bakal adanya Dewan Adat Wita Mori berawal dari keterpanggilan putra putri suku Mori
yang merasa sebagai orang Mori yang berada di daerah ini. Berawal tahun 1972,
pendahulu kita waktu itu membentuk badan yang dinamai Himpunan Pengembangan Wita
Mori (HPKWM). Badan ini dibentuk secara
sukarela dan langsung turun ke Desa-Desa di wilayah Wita Mori untuk meneliti kebudayaan, benda Budaya
peninggalan orang tua di masa lampau, tarian asli daerah, sejarah asal usul Desa,
hukum Adat perkawinan dan sanksi Adat, Strata kehidupan masyarakat dan bahasa
daerah Mori. Cara berkebun orang Mori yang mayoritas petani diteliti dengan saksama
dan di urai dalam bentuk tari yakni Malere.
Tokoh-tokoh yang pernah memimpin HPKWM
adalah Bpk. A. Tamawiwi (Alm), Bpk. O. Taaha, BA (Alm), Bpk. L. Tampake (Alm)
dan terakhir Bpk. Ten Marunduh. Dewan ini berhasil melaksanakan seminar Adat I
tahun 1982, Seminar Adat II tahun 1995, Rapat Kerja tahun 1993 di Sampalowo dan
membentuk Dewan Adat ( tugasnya melaksanakan Perkawinan Adat). Sesuai
kewenangan, HPKWM menunjuk Bpk. YS. Tempali menjadi Ketua Dewan Adat yang
bertanggung jawab pada HPKWM.
Kongres Adat Wita Mori tanggal 1 November 2014 di Beteleme telah
menetapkan secara legal dan sah Dewan Adat Wita Mori Kabupaten Morowali Utara disaksikan oleh
Gubernur Sulawesi Tengah, Bupati Morowali Utara dan peserta Kongres Dewan Adat.
Dewan Adat ini telah dilengkapi dengan Akta Notaris No. 151 tanggal 26 Mei 2015.
C. Bahasa Mori
Mia Mori, tersohor dengan sebutan Suku Mori
atau Orang Mori yang mendiami teluk Tomori sampai ke Pegunungan Tanah Mori
mempunyai dialek yang berbeda-beda. Tentunya itu disebabkan karena hidup
menyebar, berkelompok-kelompok dalam masyarakat di daerah yang sangat luas.
Dalam ilmu Antropologi, suatu daerah akan berbeda dengan daerah lain apabila
dipisahkan dengan jarak dan tempat yang berbeda, dari penelitian bahasa Mori
yang dilakukan oleh Dr. Samuel Jonathan Esser dalam bukunya “Klank En Fornleer Van Het Morisch” (1927).
Bahasa Mori ada beberapa dialek, sebagai berikut :
1) Dialek Tinompo Ngusumbatu (Bahasa Buku)
2) Diealek Petasia mirip dialek Kangua
3) Dialek Watu Karunsi’e
4) Dialek Moliao’a Mori Atas
5) Dialek Molongkuni Lembo
6) Dialek Padoe
7) Dialek Impo
8) Dialek Mobahono / Ulu Uwoii
9) Dialek wulanderi
Dan masih banyak lagi dialek Mori yang
lain namun semua dialek Mori tersebut mirip dan mudah dimengerti dalam
komunikasi yang berbeda ini.
Sangat disayangkan, bahasa Mori nyaris tak
terdengar dipakai dalam percakapan sehari-hari. Bahasa Mori sebagai bahasa
identitas nilai sosial budaya pada diri setiap orang Mori yang harus tetap
dipertahankan. Bahasan Mori merupakan kekayaan budaya Nusantara dan aset
Nasional yang harus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi kita
berikutnya. Bahasa Mori harus menjadi bahasa pengantar dalam kekerabatan setiap
hari karena fungsi bahasa daerah adalah :
1) Menjadi Lambang Kebanggaan Daerah.
2) Lambang Identitas Daerah.
3) Sebagai Alat Penghubung Dalam Keluarga Dan
Masyarakat.
Oleh sebab itu, dalam surat Dewan adat
kepada Pemerintah Daerah Morowali Utara, telah meminta agar bahasa Mori dapat
dimasukan dalam salah satu mata pelajaran Moluk di jenjang pendidikan dari TK,
SD, SMP dan SMA di seluruh wilayah Kabupaten Morowali Utara. Kita berharap agar
kekayaan Budaya Nusantara ini tidak hilang seperti bahasa daerah di daerah lain
yang sudah banyak yang punah.
D. Susunan Raja-Raja Mori dan Silsilah Raja
Kami sangat memahami bahwa generasi saat
ini sangat menginginkan untuk mengetahui susunan dan silsilah Raja di Tanah Mori.
Beberapa kalangan pada Persiapan Kongres II ini meminta kepada kami untuk
transparan menyampaikan dan mengikut sertakan foto wajah para Raja Mori pada waktu
yang lampau. Namun sangat sulit bagi kami karena yang menyimpan dokumen
tersebut hanya Perpustakaan di Negeri Belanda. Untuk mendapatkan semua
Autobiografi tokoh yang akan kami urutkan ini, sangat sulit dan hanya kami mau
berterima kasih kepada penulis Buku Kerajaan Mori, Alm. Palinggoman yang telah menyusun sejarah Raja Mori.
Susunan Nama Raja Mori I sampai dengan XIV
dan tahun berkuasa :
I.
Mokole
Mrunduh I Memerintah
Tahun 1580 – 1620
II.
Mokole
Marunduh Ii Memerintah
Tahun 1620 – 1650
III.
Ratu
Wedange Memerintah
Tahun 1650 – 1670
IV.
Anamba Memerintah
Tahun 1670 – 1680
V.
Sungkawawo Memerintah
Tahun 1980 – 1720
VI.
Lawoliyoh Memerintah
Tahun 1720 – 1750
VII.
Landika Memerintah
Tahun 1750 – 1780
VIII.
Alala
Owolu Lamale Memerintah
Tahun 1780 – 1810
IX.
Lambauto Memerintah
Tahun 1810 – 1840
X.
Tosaleko Memerintah
Tahun 1840 – 1870
XI.
Mokole
Marunduh Datu Ri Tana Memerintah
Tahun 1870 – 1907
XII.
Ede Alala
Kamesi Memerintah
Tahun 1907 – 1928
XIII.
Owolu Marunduh Memerintah
Tahun 1928 – 1950
XIV.
Mainda
Rumampuoh Memerintah
Tahun 1950 – 1960
Setelah tahun 1960 terjadi penghapusan sistem
Pemerintahan Raja di seluruh Indonesia Kecuali DI Yogyakarta.
Namun keberadaan seluruh Kerajaan di
Indonesia saat ini di akui oleh Negara dan berkembang serta dipelihara menjadi
kekayaan Budaya Nusantara.
Silsilah Raja tidak dapat kami lampirkan
karena sangat banyak, namun sebagai dokumen bagi setiap kita yang ingin
melihatnya sangat disediakan oleh Dewan Adat Wita Mori.
E. Anak Suku yang ada di Wita Mori
Harta yang terpendam dan tinggal di perut
Bumi Wita Mori, sangat berharga bagaikan Emas dan Berlian yang telah lam kita
cari adalah Kekerabatan Nenek Moyang kita dahulu. Mereka mendiami Tanah Mori
yang kita banggakan ini, berkelompok namun identitas diri tetap bersatu,
berpindah tetapi tetap rukun. Hidup berkelompok bukanlah identitas kita untuk
bersatu, karena Mia Mori orang tua kita dahulu walau mereka berkelompok,
berbeda suku dan agama, tetapi tetap satu dan sangat menghargai dan menghormati
pimpinannya.
Berikut ini ada 44 Anak Suku Mori yang ada
dalam Sejarah dan tempat pemukiman
mereka tempo dulu dan pemukiman sekarang, berdasarkan peninjauan lapangan HPKWM
dan buku kecil Albert Christian Kruyt.
1. To Belala
Pada awalnya To Belala bermukim di Menente
pinggir sungai Ue Lene dekat Desa Wawopada. Kemudian Anak Suku ini sekarang
bermukim di Ensa.
2. To Dolupo
Anak Suku ini awalnya tinggal di Wawontuko
dekat Kolaka, sekarang tempat itu disebut Pandiri.
3. To Doule
Anak Suku ini awalnya bermukim di sebuah Desa
dekat Kolaka dan Wawopada, dan sekarang Anak Suku ini kita jumpai di Kolaka.
4. To Impo
Awal mula suku ini bertempat tinggal
diWawoimpo dekat Wulanderi, sekarang Anak Suku ini menyebar di beberapa tempat
seperti : Korowalelo, Korompeli, Koromatantu, Onepute, Koya dan Tompira.
5. To Jo
Engkase
Awal mula suku ini berada di daerah padang
kaki gunung Torundungi, sekarang Anak Suku ini di daerah Luo (Sudah Punah).
6. To
Kadupore
Anak Suku ini mempunyai jabatan istimewa
tersendiri karena Anak Suku Kadupore sebagai turunan Pelaksana Upacara Adat
Motombori, bila ada Mokole atau Bonto yang meninggal. Tidak hersn kalau Anak
Suku ini tinggal dekat dengan Raja, dulunya di Matanda’u, sekarang Anak Suku
tersebut ada di Sampalowo, Tiu dan Bahontula.
7. To Kalae
Berawal suku ini tinggal di pinggiran
sungai Laa di Londi, kemudian sekarang mereka tinggal di londi.
8. To Kolo
Kolo
Anak Suku ini awalnya dari atas gunung
Panapa Wawopada, sekarang Anak Suku ini mayoritas bermukim di Wara’a.
9. To Kangua
Anak Suku ini awalnya tinggal di danau
tiu, Desa ini tenggelam dan menjadi danau. Kemudian mereka pindah di Desa Tiu
sekarang.
10. To
Karunsi’e
Anak Suku ini awalnya tinggal dekat Nuha
dan ada tinggal dekat Tiwaa.
11. To
Lolonggolo
Anak Uku ini dulunyabermukim di seberang
sungai Laa dekat Moleono. Sekarang mereka ada bermukim di Moleono.
12. To Moiki
Anak Suku ini dahulu bermukim di dekat
sungai Tambalako Korowou, sekarang bermukim di Korowou
13. To Mosilu
Anak Suku ini dulu bermukim di Kampung
Betania Tua dekat Wawopada. Sekarng tinggal beberapa keluarga berbgabung di
Ensa Betania, Anak Suku ini hampir punah.
14. To Molioa
Awalnya suku ini tinggal di daerah
pegunungan Wawompalumba dekat Wulanderi. Anak Suku ini sangat besar
penyebarannyadi Kecamatan Mori Atas yakni di Tomata, Taende, Topaku, gontara,
kasingoli,Salukumo dan Tomui Karya.
15. To
Mobahano
Awal mula pemukiman Anak Suku ini berada
dekat daerah Nuha. Sekarang Anak Suku ini tinggal di Uluanso dan Kumpi, Po’ona.
16. To Molongkuni
Anak Suku ini memang awalnya tinggal di
Lembobelala, sekarang Anak Suku ini sudah menyebar selain Lembobelala,
Lembobaru, Wawopada dan Tingkeao.
17. To
Ngusumbatu
Anak Suku ini awalnya tinggal di Beteleme.
Sekarang tinggal di Tinompo, Korompeeli, Tompira, Korololaki dan Koya.
18. To Olata
Anak Suku ini juga berasal dari puncak
gunung dekat Wwontuko, dan sekarang tinggal di Tontowea dan Koya.
19. To
Palamggoe
Anak Suku ini berawal tinggal di
pegunungan dekat Rumuku, sekarang tinggal di Maralee.
20. To Pada
Dahulu Anak Suku ini tinggal di daerah
Tamonjengi sampai Era. Dalam penulisan Kruyt Orang Mori yang mendiami Wita Mori,
ada yang berbahasa Mori dan ada yang berbahasa Poso (Pamona), sekarang To Pada
tinggal di Peleru, Karaupa, Lamberea dan Matansala.
21. To Pakambia
Anak Suku ini juga berawal tinggal di
Tamonjengi, Mayumba, Bau dan Molino. Sekarang juga tinggal di Tamonjengi,
Mayumba, Bau dan Molino.
22. To
Pangkole
Anak Suku ini tinggal di puncak Wulannderi
dan sekarang tinggal di Korolama.
23. To Pamuaia
Anak Suku ini dulu tinggal di pegunungan
dekat Ensa Ondau, kemudian Nenek Moyang Suku ini turun dan tinggal di Mandowe.
Bahkan suku ini ada yang bermukim di sekitar Bungku tengah, Matansala dan
Bahoruru.
24. To Pu’u
Luria
Anak Suku ini dari daerah pegunungan
Wawontuko dan sekarang bermukim di Peonea.
25. To
Pu’untana
Anak Suku ini berawal dari Manente.
Sekarng di tanah Leluhur mereka di Lembo Manente, Matngkoro dan Ensa.
26. To
Pu’umbana
Anak Suku ini berawal tinggal di Era,
sekarang juga tinggal di Era.
27. To Petasia
Anak Suku tinggal di man raja berada.
Berawal dari Wawontuko, Matandau, kemudiam Sampalowo. Sekarang berada di
Sampalowo, onepute dan Bahontula.
28. To Roda
Anak Suku ini berasal dari Lahumbala
(Beteleme Tua). Sekarang bermukim di Beteleme dan Lahumbala.
29. To Sawira
Dahulu Anak Suku ini bermukim di pinggiran
sungai Sokita, sekarang sudah punah.
30. To Sengi
Sama dengan ank suku Sawira, mereka juga
mendiami pinggiran sungai Sokita, sekarang juga Sudah Punah.
31. To Taipa
Sama dengan Anak Suku Sengi, punya
kekerabatan yang sama, sehingga mereka mendiami pinggiran sungai Sokita.
Sekarang sudah punah.
32. To Tambee
Anak Suku ini bertempat tinggal di Lanumor
dari dahuli sampai sekarang juga di Lanumor.
33. To Tanande
Anak Suku ini dahulu bermukim di daerah
sekitar taripa kabupaten Poso, dan kini bertempat tinggal di Lee dan Saemba.
34. To
Tawualongi
Anak Suku ini dahulu bermukim di atas
Gontara, sekarang ada mendiami Tanasumpu Gontara.
35. To Torue
Dahulu Anak Suku ini berada dekat Nuha
Sulsel, sekarang ada di Uluanso.
36. To Ulu
Uwoi
Juga Anak Suku ini berada di jalan poros
Beteleme – Nuha di sekitar Po’ona, sekarang berada di Uluanso, Mora dan Po’ona.
37. To Wanga
Dahulu Anak Suku ini bermukim di Monente,
sekarang bermukim di Ensa dan Solua.
38. To Wotu
(Era)
Dahulu Anak Suku ini bermukim di Desa
Bente, sekarang tetap di Bente dan Era.
39. To
Wulanderi
Anak Suku ini dahulu bermukim di Puncak
Wulanderi. Karena Belanda melihat Anak Suku ini yang banyak bereperan membantu
Raja melawan Belanda dalam Perang Wulanderi, maka mereka diturunkan ke Desa
Bunta (yang waktu itu sangat berawan).
40. To Watu /
Wansu / Malupu
Awalnya Anak Suku ini bemukimdi daerah
Ronta, sekarng pemukiman Anak Suku ini menyebar di Ronta, Petumbea, Korosule,
Sabanga, Mohoni, Peboa, Keuno, Lemboroma, Solonsa, (Kec Wita Ponda) Umbele,
Emea, Ungkaya, Moahino dan Bahonsuai.
41. To
Wawonseru
Anak Suku ini dahulu berada di daerah
Wawopada dan Olata. Sekarang pemukiman
mereka di Marompi dan Wawopada.
42. To Wingke
Laa
Anak Suku ini dahulu mendiami wilayah Era
dan Tiu, Sekarang bermukim di Era dan Tiu.
43. To Padoe
Anak Suku ini awal peukiman mereka di Mori
Atas pinggir sungai Laa (Kanta). Sekarang di Tabarano, Lioka, Wawondula,
Lanumor, Tiwaa, Nuha dan Malili.
44. To Wionggo
Anak Suku ini berawal tinggal di daerah
sungai Sokita Po’ona. Sekarang Anak Suku ini hampir punah, namun masih ada kita
jumpai di Tinompo.
Dengan materi ini, mau menjelaskan kepada
kita bahwa ada Tanah Mori, Letak Geografisnya ada, ada suku Mori, ada Orang
Mori, ada Bahasa Mori, dan ada Rajanya Oarang Mori.
Aiwa tomporonga-ronga, to tepo asa kato
moroso mewanguto Witato. Tewala komba ontae, isema mbou to sinikori. Tewala
komba oleo ndio, te ipia mbou.
Tabea Miu Limbu-limbu
Dikutip dengan izin dari MAKALAH MATERI KONGRES WITA MORI II di KOLONODALE, Karya Bpk. Ten Marunduh.
Penulis Blog : Catra L Lingkua
Komentar
Posting Komentar